Rabu, 05 November 2014

Gang Kucing Bag.3 (Abang Sayang)

0 komentar



– Minggu mendung –
Tidak seperti biasanya. Gang Kucing tampak lengang. Gemericik hujan dan cuaca dingin akhir-akhir ini cukup ekstrim. Warga ogah sekali penampakan di luar rumah. Aktivitas keluar sebisa mungkin dibatasi, seperlunya saja.
Supaya omset tetep normal, Bang Ainu dan kawan-kawan pengelola kafe di ujung gang itu sampe nerima pesanan antar alias delivery order untuk pelanggan setia kafenya. Tinggal pesan lewat SMS, lima menit kemudian, “Spadaaaaa….” Pesanan tiba. Dan yang lebih asiknya, pembayaran di atas seratus ribu bisa ditransfer via rekening online. Walhasil, kafe bang Ainu malah tambah laris saja.
“Oke, oke, agak siangan dikit. Aku belom mandi, nih, hehe.”
“Yasud, ditunggu bingit.”
“Sipppp.”
“Awas lo telat.”
“Okkkeeee…”
Tut tut tut. Sambungan terputus. Buru-buru kuhabiskan bubur ayam spesial pesananku kemudian segera ke kamar mandi.
Belum sampai satu menit, aku sudah keluar lagi.
“Hih, dinginnnn.”
Celingukan. Airnya memang dingin banget, tapi gak mungkin kalo kagak mandi.
“Pake aer anget sana.” Mama kurang setuju kalau anaknya keluyuran sebelum mandi.
“Kayak Si Ucil aja, Ma, mandi pake aer anget.” Protesku, tapi akhirnya ke dapur juga, masak air.
*****
Tadaaaa… Jaket bulu, sepatu kets, kerudung kaus, jeans gombrong, rasanya sudah lengkap menahan cuaca dingin di luar sana.
Langit begitu sunyi. Scoopy kesayanganku meluncur mulus menyusuri Gang Kucing. Pukul sepuluh aku harus sudah sampai di acara pagelaran sastra. Ada puisi yang harus kubaca. Telat sedikit, panitia pasti heboh.
“Lima belas menit lagi.” Bisikku, sekilas kulirik arloji di pergelangan.
Akibat lirik-lirikan begitu, hampir saja aku menabrak sesuatu. Motor scoopy-ku berdecit. Beberapa kucing melintas di depanku.
“Abaaaaang!” Satu teriakan membuatku menengok ke arah suara. Bunda Yathie tampak berdiri di balik pagar.
“Hadeh, hampir ketabrak. Tawuran lagi ya, Bun.”
“Iya, duh, Si Abang emang doyan banget tawuran. Kemana lagi dia?” Bunda Yathie berjinjit-jinjit melihat ke arah larinya Si Abang, kucing kesayangannya itu.
Aku geleng-geleng.
*****
Bersambung….


Read more...

Gang Kucing Bag.2

0 komentar


GANG KUCING Bag.2
(Apalah Arti Sebuah Nama)
Gang Kucing memang berbeda dari gang-gang lainnya di kawasan Kampung Asri yang kebanyakan dinamai dengan nama-nama pahlawan nasional seperti Gang Otista (singkatan dari Otto Iskandar Dinata), Gang  Dewi Sartika, Gang Abdul Muis, Gang Surjopranoto, de el el.
Pernah, nama Gang Kucing bermaksud diganti oleh pihak RW dengan alasan penyeragaman tema. Namanya harus diambil dari nama pahlawan nasional juga. Begini cerita selengkapnya.
“Ciyeee, sampe segitunya nih, Pak Erwe.” Ledek salah seorang warga ketika membaca surat undangan pertemuan terkait rencana perubahan nama untuk Gang Kucing.
Besoknya, seluruh kepala keluarga sama-sama hadir di ruang pertemuan. Pembicaraan terkesan alot.
“Apalah arti sebuah nama, Pak Erwe. Kita sudah cukup familiar dengan nama Gang Kucing, tak usah lah diganti.” Pak Gus mengajukan usul penolakan. Nada baritonnya menggema di seisi balai pertemuan. Hadirin yang turut hadir membuat isyarat persetujuan dengan tepuk tangan meriah, sesekali ada suitan dari tempat duduk paling belakang. Ruangan bergemuruh seru. Pak Erwe duduk menekuk pundak seraya mengelus janggut yang sudah sebagian memutih. Diliriknya ketiga orang di samping kiri dan kanannya. Pak Roy, selaku sekretaris, hanya terdiam menunggu keputusan tetua. Beberapa saat kemudian, rapat ditutup, hadirin dipersilakan bubar.
“Saya juga kurang setuju, Pak. Nama gang kucing, kan, lebih berkarakter, punya filosofi tersendiri dibandingkan dengan gang lain.” Ujar seorang pemuda jangkung saat meninggalkan balai pertemuan.
Bapak yang sedari tadi diajak berbicara turut menimpali, “Seharusnya begitu.”
“Seandainya mau diseragamkan dengan gang lain, lebih baik gang lain saja yang diganti dengan nama-nama hewan, misalnya: gang monyet, gang tikus, gang…”
“Gang guk-guk.” Seseorang berseloroh di tengah ramainya pembicaraan. Serempak menoleh lalu protes, “Jangan pake nama yang itu!”
“Hehe.” Mas Ari cengar-cengir.
“Sudahlah, mudah-mudahan Pak Erwe mau memikirkan kembali suara hati kita. Semoga Gang Kucing tidak akan pernah diganti dengan nama Ahmad Yani.”
“Amiin….” Koor, bapak-bapak mengamini ucapan Om Shion.
Aku dan Ratih yang kebetulan sedang mampir ke rumah Mpok May siang itu tanpa sengaja mendengarkan semua pembicaraan bapak-bapak yang baru pulang dari acara pertemuan warga.
“Jadi betul, ya, gang ini mau diganti nama?” Ratih melirik padaku.
“Katanya, sih, begitu.”
“Memangnya mau diganti sama apa, Mpok?” Ratih beralih menatap Mpok May yang sedang siap-siap menyiram bunga-bunga di pot halaman rumahnya. Aku tetap menyimak sambil melihat-lihat majalah.
“Katanya mau diganti sama nama Pahlawan.”
“Oh? Kayak Superman begitu, Mpok?” Tebak Ratih. Aku ngakak.
“Gang Superman? Mana pantes, lha.” Mpok May geleng-geleng tak setuju.
“Misalnya…” Ralat Ratih, tersipu.
“Pake nama pahlawan lokal aja, misalnya Pitung.” Usulku asal.
“Jaka Tingkir.”
“Nggak, bagusan Jaka Gledek.” Kataku lagi ikutan ngaco, memangnya Jaka Tingkir sama Jaka Gledek masuk kategori pahlawan gitu? Wkwkwk.
“Udah sono, sampaikan langsung ke Pak Erwe.” Seru Mpok May sambil mengangkat ember ke dekat pot. Aku dan Ratih saling pandang. “Hehe…” Ide bagus, pikirku. Tiba-tiba Mpok May terpekik kaget. Gayung berisi air cepat ditariknya dari sasaran penyiraman.
 “Ya, ampun!”
“Kenapa, Mpok?” Spontan, Ratih melompat dari kursi, takut terjadi apa-apa.
Mpok May menuding ke arah pot. Seekor anak kucing sedang tertidur pulas di dalam pot.
“Hahaha.”
“Pindahin, Mpok, nanti kesiram.” Ratih terkekeh geli.
“Hadeh, gak usah, biarin aja, gak jadi disiram aja deh, hehe.” Hampir saja Si Uwang, kucing kecil piaraan Mpok May itu, kena serangan air dari gayung, hihihi. Acara siram tanaman sedikit terganggu dengan ditemukannya Uwang di pot tanaman. Ceritanya Uwang lagi ngadem, hehehe.
“Zzzzzzzz…”
Udara siang itu tambah sangar, panasnya nampol. Buku-buku majalah di meja depan rumah Mpok May sudah beralih fungsi menjadi kipas. Debu jalanan memilih pagar-pagar halaman dan pohon-pohon di depan rumah warga untuk bersembunyi dari angin yang terus mengajak bermain.
Namun, udara semacam itu tidak jadi masalah untuk sebagian warga yang senang berkumpul, terutama di Kafe Bang Ainu. Akibat udara yang panas, ditambah obrolan seputar rapat warga hari itu yang gak ada matinya, aneka Jus Bang Ainu laris seketika.
*****
Ah, besoknya warga senang sekali. Ada kabar gembira. Sekretaris RW menyampaikan keputusan Ketua RW melalui pertemuan tertutup dengan pejabat RT setempat bahwa Gang Kucing tidak jadi diganti dengan nama Ahmad Yani.
“Alhamdulillah…” Warga yang mendengar berita itu segera mengucap syukur.
Gang Kucing :)
*****
Read more...

Gang Kucing Bag.1

0 komentar


Mempersembahkan. Satu karya tulis berjudul 'Gang Kucing' yang didalamnya mengangkat nama-nama anggota KOMUNITAS PECINTA KUCING beserta kucing kesayangannya, insyaAllah akan dibuatkan cerita berseri dan dipostingkan setiap hari. Mudah-mudahan bisa dijadikan bahan untuk pembuatan Novel di lain kesempatan.
So, selamat membaca...

GANG KUCING Bag.1

Selamat datang di Kampung Asri, Kecamatan Warna-warni. Anda akan memasuki kawasan ramah lingkungan bebas polusi. ”GANG KUCING”.
Begitu isi tulisan yang terpampang jelas di samping gapura yang menghubungkan arah jalan ke rumah baru kami.

Baik, mari kita masuk. Jalan masuk ke gang ini terbilang lebar, tiga gerobak bubur Pak Naryo saja masih muat meluncur ke pedalaman empatratus meter hingga menerobos keluar dari gang Kucing. Gang yang hanya dihuni oleh 18 keluarga ini memang unik, sebagian besar penghuninya memiliki hobi memelihara kucing! Hah, kok bisa? Yah, menurut sejarah yang sempat kami dengar dari kabar tetangga, sih, begitu.

"Iya, Al, makanya gang ini dikasih nama Gang Kucing." Jelas Mama Okta, tetangga baruku yang juga memelihara beberapa kucing ras. Salah satu kucingnya yang diberi nama Ucil sudah cukup ngetop di wilayah sini. Kebiasaan anehnya tidur di bawah karpet di dalam kandang itu membuat Ucil sering jadi bahan obrolan ibu-ibu di kegiatan PKK. Tau singkatan apa PKK? Pameran dan Kompetisi Kucing. Ya, ada-ada saja nama kegiatan di sini. Dengan diadakannya kegiatan ini, seluruh pemilik kucing jadi termotivasi untuk merawat kucingnya sebaik mungkin. Mulai dari Lomba kucing sehat, kontes 'miauw' paling cempreng, lomba loncat tertinggi, lomba makan cuek, dan masih banyak lagi lomba lainnya yang diadakan setiap satu bulan sekali. Semua warga turut mendukung, para kepala keluarga yang tergolong pasif karena kesibukan kerja pun tidak pernah melewatkan acara PKK yang biasa diselenggarakan di area lapang dekat balai pertemuan warga. Para panitia biasanya diambil dari pemuda-pemudi yang baru duduk di bangku SMA juga perkuliahan. Aku pernah ditawari untuk gabung. Lumayan, untuk ajang perkenalan. Aku tak keberatan.

****
Bermula dari satu keluarga yang menempati rumah di barisan keempat sebelah kiri jalan ini, kita sudah bisa membaca sebuah spanduk melintang di atas jalan yang bertuliskan : MINAT ADOPSI KUCING PERSIA? Hub: 0213-4444555 (Yudith). Tak aneh, setiap rumah punya satu kucing hias untuk bermacam alasan pemeliharaan, ada yang memang suka kucing jenis ini, ada yang niat rawat saja, tapi ada juga yang memelihara untuk teman bermain anak-anak. Setahuku, bisnis pemeliharaan kucing ini sudah berjalan semenjak Om Yudith masih tinggal di Bandung. Berkat iklan yang juga dipasang di internet, beberapa kucing bisa dikirim ke luar kota, sesuai lokasi pengadopsian. Rumahnya yang memiliki teras yang luas itu sudah tentu jadi semacam lahan pameran kucing setiap paginya. Banyak macam jenisnya di dalam kandang-kandang teralis, aku sendiri kurang begitu tau. Terkadang Om Yudith mempromosikan ras kucing terbarunya melalui SMS ke para tetangga dan kenalan:

Kucing Persia Jantan Remaja Pedigree ICA

- DOB 13/07/2014
- Warna Red Tabby Blotched
- Champion bloodline
- Vaksin lengkap + Microchip
- Kucing sehat dan terawat
- Bulu tebal, mata bulat dan open
- Flatnose (PET QUALITY)

Aku, sih, memang suka kucing, tapi mengingat kesibukan aktivitasku di luar, jadi tidak mungkin ikut-ikutan mengurus kucing seperti yang dilakukan Mpok May, Mama Okta, Bunda Yathie, Tante Shinta, Mbak Fitri, Mbak Martha, Om Dode, Bunda Ina, dan kawan-kawan. Perawatannya, kan, harus telaten, harus sepenuh hati biar kucingnya sehat-sehat gitu.

Salah-salah mengurus, kucing bisa mati atau penyakitan.Dan akibat kelalaian lupa memasukkan kembali kucingnya ke kandang setelah diajak bermain, tidak jarang seekor kucing ras tampak keluyuran di jalanan. Kalau sudah kejadian begitu, ibu-ibu di Gang Kucing mulai melancarkan aksi pengepungan. Kucing siapapun yang terjerat kasus pelarian akan dikenakan hukuman penggembokan selama beberapa hari hingga dipastikan mengalami efek jera.

Begitulah, dua bulan tinggal di Gang Kucing, aku sudah mulai mengenal kondisi lingkungan dan sebagian besar penghuninya.

"Hoaahhhmmm..."

Malam sudah semakin larut, banyak sekali yang ingin aku ceritakan. Tapi biar diteruskan besok saja, OK. Good night....*****

https://www.facebook.com/groups/89898973205/
Read more...

Selasa, 23 September 2014

POO OH POO (Cerita dari para kucing)

0 komentar
Mari sedikit bercerita. Ini bukan tentang Timy dan Pak Kumis yang sampai saat ini belum punya gebetan. Ini tentang 'Poo', kucing gondrong punya tetangga jauh, beda RW, beda RT.

- Poo Oh Poo -

Selaku kucing yang 'baru dinobatkan sebagai bagian dari warga RW 01, Poo cukup jadi pusat perhatian. Di usianya yang tergolong dewasa, Poo cukup menarik, aku sebut saja 'Poo si Kucing 3G': Ganteng, Gendut, dan bikin Gerrrrr cewek-cewek (baik cewek dari golongan kucing, maupun manusia). hehehe

Awal kedatangannya cukup bikin heboh para tetangga, gimana nggak? Poo, jenis kucing langka, kata yang empunya, sih, Poo Si Kucing 3G ini dikirim langsung dari Australia!! WOW, kan? Gila, man... Kasian kucing-kucing sini kalo mau kenalan sama si Poo, ya, musti pake bahasa Inggris gitu deh, heuheuyyy...

Anyway... Hari demi hari, Poo jadi idola gadis-gadis kecil di sana. Kebetulan, keluarga angkat Poo ini memang pemilik tempat pengajian rutin khusus anak, jadi... ya, bisa dibayangkan, tiap jadwal pengajian, 'Poo' dikerubuti anak-anak, rebutan gendong. Poo mirip piala bergilir.

*****

Bulu lebat berwarna abu, mata berwarna biru terang, ekor mirip kipas-kipas zaman raja Mesir. hehehe... "lutunaaaaa....," begitu kata anak-anak pengajian.


Poo, ya, awalnya seneng aja karena banyak fans. Tapi lama-lama... Anak guru ngaji curhat ke aku.
"Sekarang sensi banget kalo dipegang.... Iiiiiii aneh deh, udah dua kali tuh kabur sampe warung depan sana." terangnya. Aku mangguk-mangguk. Kesimpulannya: mungkin Poo lagi galau.

"Gak dikandangin?" tanyaku, mudah-mudahan ini bisa jadi saran ampuh menghentikan kebiasaan baru Poo kabur dari rumah.

"Biasanya juga nggak pernah dikurung-kurung di kandang, dia kucing manis, gak banyak tingkah."
"Hmmm..."

*****

Awalnya memang bikin uring-uringan, tapi setelah Poo selalu pulang dari acara kaburnya, sang majikan jadi terbiasa, udah gak kuatir lagi. Akhirnya, Poo dipersilakan mengikuti jejak-jejak kebiasaan kucing kampung pada umumnya: Keluyuran sesuka hati.

Hal itu sudah berjalan selama beberapa bulan yang lalu.

*****

"Gila tu orang! Ane yakin ntu semua anaknya Si Poo!"

"Sabar, bro...," Aku menenangkan. Poo dikabarkan punya anak dari kucingnya Bu Lela. Hadeh... Pembaca dilarang cemburu, hehe.

"Ente liat aja ntar. Warnanya, bulunya, matanya.... Itu Poo banget. Gak ada yang mirip emaknya, keturunan kampung!" Wewww, temenku nepsong banget gara-gara tau, ternyata selama ini Poo punya banyak anak. Ada lima ekor yang baru ketahuan. Dugaan itu juga ditolak mentah-mentah sama Bu Lela. Malah aku sempat mengusulkan untuk tes DNA aja sekalian, hahaha, biar urusannya cepet the end gtu...

*****

"Hemmmmhhh... Ya sudah...." Bisikku. "Hanya Poo dan kucingnya Bu Lela yang tau."

Kuperhatikan sosok abu bermata biru itu dari sela teralis barunya.

Selesai.

#‎Thanks ;)

aL@Sukabumi14092014
Read more...
0 komentar
BELAJAR DARI PAK KUMIS
(Serial My Timy)

Sore itu aku kaget. Makanan Timy habis! Kaget campur seneng, sih. Nafsu makan Timy mungkin sudah mulai stabil, hehehe, yesss! Akhirnya aku mulai memberi makan Timy dengan porsi dumbo.

Setelah penemuan tempat makan Timy yang kosong itu, pada jam makan berikutnya, aku mulai mengintai dari kejauhan. Timy yang duluan makan. Tapi, ya, begitulah… Timy Cuma makan sedikit, lantas pergi. Hiks, jadi…?? Siapa yang bantuin Timy makan???

Karena kesibukanku, soal tempat makan yang kosong itu sudah tidak kupedulikan lagi. Jarang banget punya kesempatan nonton Timy lagi makan. Akunya jarang di rumah, sih. Tugas memberi makan sudah kumandatkan pada saudaraku di rumah. Tiap pulang aktivitas, tau-tau tempat makan sudah lumayan bersih dari sisa. Mungkin ada tamu tak diundang? Ya, begitu mungkin, betul begitu. Tapi biasanya kalau ada tamu tak diundang, tidak sampai habis bersih seperti itu tempat makannya. Ah… pusing, bodo amat lah.


*****

– Minggu Sore –

Minggu sore, biasanya aku lumayan santai: tidak ada jadwal ke luar, kuhabiskan dengan istirahat sambil tulis-tulis sesuatu di meja kerja. Sampai jam 5 sore, Timy masuk ke ruangku, meong-meong lalu pergi, itu artinya ngajak ke luar, aku ikuti. Oh, soal tempat makanan: masih kosong. Timy memandangi tempat makannya dan aku secara bergantian. “Mintak makannnn, Broo.” Begitu kira-kira kalo Timy bisa ngomong.

………..

“Habiskan!” kataku sambil menyodorkan menu makan sorenya Timy. Aku segera kembali ke meja kerja. Baru saja duduk dan menulis hingga beberapa menit, kudengar suara ribut di belakang. Suara geraman Timy mendominasi keributan. Ya, itu suara Timy. Bergegas aku menuju TKP. Dan… rupanya sudah ada satu kucing lagi di sana, dengan lahap dia makan makanan Timy. Setahuku, Timy tidak terima, makanya Timy menggeram-geram ribut, tapi… luar biasa, kucing tak diundang itu cuek bebek, makan teruuuus tanpa menoleh. Aku bengong.

“Sudah, Timy. Biarin…” Kugendong kucingku yang masih ngambek. Kubawa ke ruang lain. Lalu kutengok kembali ke tempat makan. Kucing itu gemuk, berbulu halus dan bersih, berekor panjang. Menurutku, usianya tidak jauh berbeda dengan Timy.

“Nah, kucing itu lagi!” Seru adikku yang tiba-tiba nongol.

“Iya, nih. Kucing punya siapa? Kayaknya kelaperan.” Kataku prihatin. Ketika kuelus kepalanya, kucing itu tidak berusaha menghindar, hanya menoleh sebentar kemudian meneruskan makan.

*****
PAK KUMIS
Sore itu, kudapatkan informasi tentang kucing yang selama ini menghabiskan makanan Timy. Kucing malang, kucing yang dipelihara untuk dijadikan mainan anak-anak. Sering kucing itu main ke rumah, bahkan menginap berhari-hari, tidur di kursi kesayangan Timy, dll. Pernah satu malam, tetangga pemilik kucing tersebut datang ke rumah. Anaknya nangis terus minta kucingnya dibalikin. Mama sempat marah soal kucing yang kami pelihara diam-diam, apalagi itu kucing punya orang. Ah, besoknya kucing itu balik lagi ke rumah dalam kondisi pincang. Haduh… kasian.

Setelah berkali-kali kabur dari rumah majikannya, akhirnya tetanggaku sudah tidak peduli. Mungkin sudah bosan, atau sudah pelihara kucing baru untuk mainan anaknya. Begitulah, kucingnya malah betah tinggal di rumahku. Setelah kupastikan kalau kucing itu tidak punya pemilik lagi, segera kulakukan negosiasi  singkat dengan Mama. Akhirnya aku diizinkan memelihara satu kucing lagi secara legal! Yes!

“Selamat datang, Pak Kumis.” Kuberi nama ‘Pak Kumis’ untuk teman barunya Timy di rumah ini.

Awal peresmian adopsi Pak Kumis di keluarga ini, Timy sangat terganggu. Why not? Pak Kumis punya watak usil, gak pernah kapok ngusilin Timy, bikin kesel Timy.

*****
TIMY

Semenjak sembuh dari sakit keras, Timy jadi banyak berubah: yang tadinya gak bisa diem, sekarang jadi cenderung pasif, susah makan, gak mau diganggu, sensitif. Yah, Timy yang sekarang, berbeda dengan Timy yang kukenal dulu. Hiks.

Kehadiran Pak Kumis, kucing periang itu sempat membuat aku was-was. Gimana kalo Timy akhirnya kabur gara-gara gak suka sama Kumis? Oh, no. Makanya aku jadi super perhatian sama Timy. Sebagian waktuku kupakai untuk mengawasi dua kucingku, Timy dan Kumis. Syukurlah, Pak Kumis gak pedulian sama sikap judesnya Timy. Aku sering perhatikan, Timy ngambek-ngambek sama Pak Kumis, tapi Pak Kumis ngeyel, gak pernah main lawan, digalakin sama Timy malah dibales usil: Timy lagi diem, ekornya di pukul-pukul. Jadinya mereka bergumul seru. Tapi aku tau, Pak Kumis gak nganggep serius, selang berapa menit dia deketin Timy lagi di kursi. Lama-lama, Timy bosan, akhirnya cuek aja kalo ada Pak Kumis. Hehehe. Timy udah gak peduli kalo Pak Kumis deket-deket dia di kursi kesayangannya, Timy udah gak peduli setiap jam makan harus berbagi tempat makannya dengan teman barunya itu. Timy udah gak semarah sebelumnya. Aku senang donk, hehe. Aku jadi gak khawatir lagi soal mereka. Mulai sekarang aku sudah bisa kembali beraktivitas di luar dengan tenang. Bermacam kegiatan menguras perhatianku sampai kurang memperhatikan mereka di rumah. Aku pikir, semua pasti aman. Mudah-mudahan mereka bisa saling menerima satu sama lain, hehe.

*****
TIMY DAN PAK KUMIS

Saatnya pulang! Aku tak sabar bertemu keluarga dan dua kucingku di rumah setelah lima hari ada acara pelatihan di puncak. Sampai di depan pintu, kuucap salam, lalu dua kucingku berebut ke luar. Aku disambut! Hehehe. Anehnya, sekarang kulihat Timy sangat aktif, suara meongnya lebih ceria; kulihat Pak Kumis, tambah gembrot, tambah usil. Seharian itu kuperhatikan mereka. Sekarang Timy jadi ketularan jail, dua-duanya jadi jail! Pak Kumis lagi diem, tiba-tiba Timy iseng ngintip trus nerjang kepala Pak Kumis, akhirnya aksi kejar-kejaran terjadi. Hahaha, senangnya hatiku…  Mereka sudah mulai akur. Timy sudah kembali seperti dulu. Berkat Pak Kumis. Thank you, PAK KUMIS… hiks XD

*****
Dari situ, aku jadi banyak belajar dari Pak Kumis. Gimana cara dia nanggepin sikap Timy yang judes.
Pak Kumis selalu periang, gak trauma akibat perlakuan majikannya dulu, Pak Kumis tetap ceria. hehe. I Like it :)

*****
Hmmm, sekarang aku lagi kepikiran terus soal Pak Kumis dan Timy, Setelah mereka akur, mereka jadi sering becanda berduaan, jarang main ke luar, gak tau udah pada punya gebetan atau belum. Mereka berdua, kan, sama-sama cowok. Sekarang akur banget... Makan berdua, tidur berdua, kemana-kemana sering berdua. Bahkan cuma sekedar Pak Kumis puf aja, sempat-sempatnya Timy ngikut. Hadeh... cape deh. Normal kah mereka???

Sepertinya harus diadakan penyelidikan lebih lanjut, dan hasilnya harus dibuat kembali dalam bentuk cerita: ‘Serial: Gebetan Timy dan Pak Kumis’. :D

But, thanks for reading 

(aL@Sukabumi:11/09/2014)
Read more...

Rabu, 03 September 2014

Obat Luka Di Mulut Kucing

0 komentar
Obat Luka di Mulut Kucing
By. AlLiana

Sedikit cerita dari pengalaman pribadi. Salam untuk para pecinta kucing :)

"Beri cefadroxyl 2 x 1/6 kapsul, CTM 2 x 1/4 tab, Dexamethason 4mg 2 x 1/4 tab, diminumkan semua. Kemudian beli Efisol, dioles ke mulut dan gusi; beli nutriplus gel vitamin di petshop (berikan 3x sehari."
Begitu resep selengkapnya dari Drh kenalanku melalui pesan singkat.

"Banyak bangettttt???" pikirku ngeri, sekali-sekali melirik Timy si Kucing centil yang kutemukan tujuh bulan yang lalu di teras rumah. Aku membayangkan bagaimana aksinya saat dicekokin obat, seperti yang sudah-sudah itu, lho: Nyakar, ngigit, . Hiiiiii.... Bagaimana ini sodara-sodaraku sekalian????

Refleks segera kuketik SMS balasan: "Dok, niat banget nih ngasi obat? Heumm... kucing aku dari ras lokal, kok, heheee." sejenak kubaca ulang sebelum 'send'. Lagi-lagi kulirik tampang manis di atas meja itu. Gigi-giginya menantangku seketika saat menguap lebar. Haaaa... OMG
Jadi ingat setiap kali Timy dicekokin obat cacing Drontal sebulan sekali. Butuh tiga relawan untuk membantu proses pencekokan, ada yang pegang kaki depan, kaki belakang, mulut, nahan badannya, ada yang kebagian masukin obat dari pipet ke mulut. Huaaaa, berhasil, sih, meskipun kami-kami ini dapat tanda berupa garis-garis minimal sepanjang 5 cm yang menyakitkan di tangan huehehe. Nah, terus gimana ceritanya nanti, dengan daftar obat yang sebanyak ini? Gkgkgk, lu sih, bandel.... kenapa bisa mulut sobek sepulang maennnnn.., hiks. Cape deee... Timiiiiiiiiiii!

Hmmm, jadi... SMS balasannya dikirim jangan nih? Ehm, tut tut tut tuuuuutttttttt.... Huruf-huruf di-delete. Otakku kembali berpikir bijak, cieeee... Kucing dari ras apapun wajib ditolong. Jangan membeda-bedakan... Udah, let's go ke petshop!
Huhuhu... Melangkahlah kakiku dalam keterpaksaan tanpa melirik kembali bagaimana Timy berakting dengan kuku-kukunya meraut meja, cukup mendengar bunyi rautannya saja ngeri sangat, hiks, selamat kena damprat My Emak aja, luh, kalo sampai ketahuan. Xixixi :B

*****
Sepanjang jalan menuju petshop, kubaca ulang daftar resep dari Drh.Farhan. "Ah... banyak amat, sih? Bisa nyampe ratusan ribu, nih. Ah, coba satu obat aja dulu." Kuteliti satu-satu, mana yang kelihatannya lebih penting untuk dibeli. Aha! Ini nih, Efisol oles. Setahuku, itu obat buat luka, radang mulut, de el el. "Coba beli Efisol aja ah, buat lukanya aja! Yang perlu diobatin kan cuma lukanya aja?! Ya, kan??? Resep yang lain... kayaknya gak penting-penting amat tuh (maybe) heheheee" Hatiku nyerocos sendiri. Sok tau, kan? Beginilah saat naluri seorang dokter hewan lagi mencuat ke permukaan. Bawaannya selalu ingin bereksperimen tentang bagaimana mengurus pasien yang sakit tanpa manut seratus persen sama aturan yang disesuaikan hahaaaa eh, ngaco! Petshop-nya sampe kelewat 100 meter gara-gara cengar-cengir sendiri, hihi, parah.

Tadaaaa! Pintu toko dibuka, dan membrudullah seketika sosok-sosok mengerikan sebesar anak kambing. Aku berusaha menghindar ke kiri. Gerakan spontan yang berhasil membuat senggolan keras yang menghasilkan bunyi, "guikkk!" Hiiii, pias seketika wajahku.
"Bobi! Pam-pam! Masuk!" Sebuah teriakan dari dalam mengalihkan perhatian kami (baca: Aku, Bobi, dan Pam-pam). Seperti kena sihir, duo anjing besar itu berloncatan menghampiri si empunya. Aku bengong. Bengong kenapa? Bobi.......! 'Bobi' itu nama sodarakuuuuuu! Heh! Sembarangan aja copy paste nama orang buat binatang! iiiiiii, amit-amiiiiitttt...

"Mau beli apa?"
Wanita yang tadi memanggil anjing-anjingnya dengan panggilan Bobi dan Pam-pam, bertanya padaku sebelum aku ngamuk, ngacak-ngacak isi toko akibat perkara nama anjing itu, ( Hiks, pulang dari toko harus laporan segera nih, sodaraku harus mau namanya diganti, gak peduli orang-orang nganggep aku kesambet apaan. Pokoknya gantiiiiiiiiii!)

"Mau beli apa??" wanita itu kembali bertanya dengan saaaangat ramah. Melihat aku terpaku dekat ambang pintu seraya memperhatikan anjing-anjingnya yang kini tengah melingkar-lingkarkan tubuhnya dengan manja di kakinya, rupanya dia sudah tau apa yang harus dilakukan. "Bobi, Pam-pam. Go!" Serunya kepada anjing-anjing itu sambil menjentikkan telunjuk ke arah pintu yang satu lagi. Berlarianlah kedua makhluk itu. Aku tambah nyengir. Ups, rencananya sih mau senyum, tapi jadinya malah 'nyengir'. Haaa... Wanita itu kembali menatapku dengan mata sipitnya, masih dengan senyum, senyum yang seakan ingin berubah menjadi tawa geli.

Aku mengangguk, mencoba lebih santai. "Saya perlu Efisol."
"Efisol?"
"Ya, Efisol oles untuk luka." Kataku.
"Emmm... Kita gak punya..." Jawabnya setelah beberapa detik menebarkan pandangannya ke rak-rak obat. "Obatnya lagi kosong... Buat apa? Kucing? " Tanyanya kembali ketika melihat reaksi lesu di wajahku.
"Ya... Udah seminggu, luka sobek di mulut. Kata dokternya harus pake Efisol oles." jelasku disertai anggukan-anggukan kecil tanda wanita tersebut antusias mendengar penuturanku.
"Sudah dicoba pake Betadine?"
"Nggak, kan di mulut. Takut ketelen."
"Nggak apa-apa, kok, Betadine gak masalah kalo ketelen..."
"Gitu, ya?" Sontak aku kembali bersemangat. Ada temuan baru nih.
"Iya. Coba dulu, deh." Sarannya.

Walhasil, aku kembali pulang dengan langkah riang. Kalo cuma pake Betadine, gak ribet lah hehe. Tetesin aja tiap Timy lagi tidur, beres. Tapi jujur, euy, aku jelas dag-dig-dug, takut gatot. Gimana kalo nantinya malah diluar prediksi: Kucingnya keracunan, atau bahkannnnn sampai mati?!!! Oh, no!

(tobe continue..)
Hehe, bagaimana kisah selanjutnya? Just wait.. 
Top of Form



Read more...