Rabu, 05 November 2014

Gang Kucing Bag.3 (Abang Sayang)

0 komentar



– Minggu mendung –
Tidak seperti biasanya. Gang Kucing tampak lengang. Gemericik hujan dan cuaca dingin akhir-akhir ini cukup ekstrim. Warga ogah sekali penampakan di luar rumah. Aktivitas keluar sebisa mungkin dibatasi, seperlunya saja.
Supaya omset tetep normal, Bang Ainu dan kawan-kawan pengelola kafe di ujung gang itu sampe nerima pesanan antar alias delivery order untuk pelanggan setia kafenya. Tinggal pesan lewat SMS, lima menit kemudian, “Spadaaaaa….” Pesanan tiba. Dan yang lebih asiknya, pembayaran di atas seratus ribu bisa ditransfer via rekening online. Walhasil, kafe bang Ainu malah tambah laris saja.
“Oke, oke, agak siangan dikit. Aku belom mandi, nih, hehe.”
“Yasud, ditunggu bingit.”
“Sipppp.”
“Awas lo telat.”
“Okkkeeee…”
Tut tut tut. Sambungan terputus. Buru-buru kuhabiskan bubur ayam spesial pesananku kemudian segera ke kamar mandi.
Belum sampai satu menit, aku sudah keluar lagi.
“Hih, dinginnnn.”
Celingukan. Airnya memang dingin banget, tapi gak mungkin kalo kagak mandi.
“Pake aer anget sana.” Mama kurang setuju kalau anaknya keluyuran sebelum mandi.
“Kayak Si Ucil aja, Ma, mandi pake aer anget.” Protesku, tapi akhirnya ke dapur juga, masak air.
*****
Tadaaaa… Jaket bulu, sepatu kets, kerudung kaus, jeans gombrong, rasanya sudah lengkap menahan cuaca dingin di luar sana.
Langit begitu sunyi. Scoopy kesayanganku meluncur mulus menyusuri Gang Kucing. Pukul sepuluh aku harus sudah sampai di acara pagelaran sastra. Ada puisi yang harus kubaca. Telat sedikit, panitia pasti heboh.
“Lima belas menit lagi.” Bisikku, sekilas kulirik arloji di pergelangan.
Akibat lirik-lirikan begitu, hampir saja aku menabrak sesuatu. Motor scoopy-ku berdecit. Beberapa kucing melintas di depanku.
“Abaaaaang!” Satu teriakan membuatku menengok ke arah suara. Bunda Yathie tampak berdiri di balik pagar.
“Hadeh, hampir ketabrak. Tawuran lagi ya, Bun.”
“Iya, duh, Si Abang emang doyan banget tawuran. Kemana lagi dia?” Bunda Yathie berjinjit-jinjit melihat ke arah larinya Si Abang, kucing kesayangannya itu.
Aku geleng-geleng.
*****
Bersambung….


0 komentar:

Posting Komentar