Rabu, 18 Maret 2015

0 komentar


GANG KUCING Bag.3
(Abang Sayang#2)
SMI, 10:46 AM. 02/11/2014

“Kapan-kapan lu kudu maen ke kandang ane, Bro.”

Venti mangguk-mangguk. “Apa tadi namanya? Gang Kucing?”

“Yup.”

“Hmmm.” Venti mencoba mencatat nama Gang Kucing di ingatan.

“Gue cus dulu, Ven, takut keburu ujan, nih.” Kataku sambil menuntun scoopy ke pelataran luas dekat area parkir.

Venti melambaikan tangannya padaku sambil berteriak, “Ati-ati di jalannn… Perasaan gue lagi kagak enak!”

“Iye, Nyak!” Balasku, ngakak.

Scoopy manisku segera meluncur, deras menerobos hiruk-pikuk pengendara ibu kota.

*****
Langit sore bermuram-durja, berkaca di genangan air hujan. Udara dingin seakan berebut masuk ke dalam tulang.

Baru saja tiba di muka Gang, mataku segera menangkap sosok berbulu sedang bersidekap di pos ronda – sebetulnya pos itu lebih sering dibuat camp tempat kumpul-kumpul pemuda kostan Bu Haji Salamah daripada digunakan sesuai fungsi yang seharusnya.

Jreng!

Tampak tiga pemuda seusiaku genjrang-genjreng tak karuan. Segera kuhentikan motorku untuk sekedar memastikan apa yang baru saja kulihat. Seekor kucing berbulu abu dan tiga pemuda tongkrongan penghuni Gang Kucing yang sama-sama sedang galau. Hehe.

“Oyy, biar musim lagi berrr kayak gini tapi posko tetep rame yah, cakep toh.” Seruku.

“Yo-i, sini gabung, Al.” Mas Ari melambai padaku.

“Iye, sini gabung, ngopi-ngopi sini.” Sambung Mas Kohar, disambut anggukan mas-mas yang satu lagi, dia pendatang baru di kostan Bu Haji Salamah.

“Ogah, ah, capek. Lain kali aja deh, yak.” Kataku bersiap melaju kembali.

“Haha, oke lah.” Sahut Mas Ari, kemudian memberi isyarat supaya musik diperdengarkan lagi.

Aku melengang, menyusuri Gang Kucing yang sedari pagi disiram air hujan. Kulambatkan laju motorku. Tinggal dua rumah lagi, nyampe dah.

*****
Baru saja kuparkir motor di halaman, sebuah suara segera menghentikan langkahku sebelum masuk rumah.

“Abang…! Ke mana lagi tuh kucing??”

Kutengok asal suaranya. Kulihat Bunda Yhatie sedang mencari sesuatu dari balik pagar rumahnya. Rumah kami memang berseberangan, hanya pintu pagar rumah kami saja yang tidak pas berhadapan.

Tampaknya Bunda Yhatie sedang mencari kucingnya. Genting-genting rumah sekitar tak luput dari perhatiannya. Tapi apa yang dicarinya masih belum menampakkan diri.

“Hehe.” Aku terkekeh memperhatikannya.

Si Abang, kucing berbulu abu kesayangan Bunda Yhatie memang kabarnya lagi kurang betah di rumah. Banyak sekali ulahnya Si Abang, mulai aksi tawuran sampai aksi kabur dari rumah. Hm, hmmm, ada-ada saja.

“Si Abang lagi nongkrong di pos ronda, Bun!” Seruku, melongokkan kepala.

Bunda Yhatie berhenti, melihat ke arahku seolah minta aku mengulang lagi. Aku senyum-senyum saja sebelum akhirnya buru-buru berbalik menuju pintu.

Bersambung....

(Thanks buat Mama Okta Leni yang udah ngingetin soal lanjutan cerita 'Gang Kucing' hehe untuk judul 'Abang Sayang' ini kayak x bakalan panjaaaangg bingit wkwkwk, ouh iya, Mba Venti Yunita pinjem namanya nih, gpp? hehe. Bro Ari Saputra disenggol dikit nih di pos ronda depan Gang Kucing xixixi)
*****
Jum’at, 21 November 2014
Akhirnya jaringan internet sudah kembali pulih. Jadi bisa posting cerita lagi, nih. Hehe.

0 komentar:

Posting Komentar